saya ada pertanyaan terkait pemotongan upah pokok pekerja. Apakah sebuah perusahaan dapat melakukan pemotongan upah pokok (dipotong kumulatif per menit keterlambatan) karena pekerjanya terlambat hadir? Sebagai catatan, komponen upah di perusahaan saya adalah upah pokok, tunjangan kemahalan dan tunjangan grade. Mohon pencerahannya.
Jawaban :
Sebelum menjelaskan lebih jauh mengenai pemotongan upah, perlu dipahami terlebih dahulu beberapa konsep pengupahan dan ketentuan yang berkenaan dengan upah, antara lain:
a. bahwa komponen upah terdiri dari upah pokok (UP) dan tunjangan tetap (TT) serta tunjangan tidak tetap (TTT) yang merupakan a-contrario dari tunjangan tetap tersebut [sebagai dimaksud Pasal 94 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan – “UU No.13/2003”dan seperti yang pernah dijelaskan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No.SE-07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah].
b. bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja atau buruh tidak melakukan pekerjaan yang lazim dikenal dengan azas no work no pay atau when do not work do not get pay, dengan pengecualian dalam hal tertentu, seperti sakit, menikah, menikahkan, mengkhitankan/membaptiskan dan lain-lain [vide Pasal 93 UU No.13/2003 atau Pasal 4 dan Pasal 5Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah – PP No.8/1981].
c. bahwa apabila pekerja/buruh melakukan pelanggaran karena kesengajaan atau karena kelalaiannya, dapat dikenakan denda [vide Pasal 95 ayat (1) UU No.13/2003].
d. bahwa denda atas pelanggaran suatu hal, hanya dapat dilakukan bila hal itu telah diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau dalam peraturan perusahaan. Yang dimaksud pelanggaran suatu hal, adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban buruh yang telah ditetapkan dalam perjanjian tertulis antara pengusaha dan buruh [videPasal 20 PP No.8/1981].
Berdasarkan konsep dan ketentuan di atas, dan berkenaan dengan pertanyaan Saudara, maka pemotongan upah (upah pokok) karena keterlambatan hadir di tempat kerja memang dapat dikenakan sebagai denda.
Namun pengenaan denda dimaksud (hanya) dapat dilakukan terhadap setiap pekerja atau buruh sepanjang telah diatur dalam perjanjian tertulis, yakni perjanjian kerja (“PK”), perjanjian kerja bersama (“PKB”), atau peraturan perusahaan (“PP”). Baik pengaturan mengenai jenisnya maupun mekanismenya, termasuk jumlah dendanya.
Dengan perkataan lain, pengenaan denda tidak bisa dikenakan (termasuk terhadap pekerja/buruh yang terlambat hadir di tempat kerja) bilamana ketentuan denda tersebut belum diatur secara rinci dalam PK, PKB, atauPP.
Permasalahannya, komponen upah yang mana yang dapat dipotong dalam pengenaan denda? Dalam arti, apakah komponen upah pokok, atau upah pokok dan/atau tunjangan tetap, ataukah juga termasuk tunjangan tidak tetap (terkait dengan azas no work no pay)? Menurut hemat saya, hal ini diserahkan kepada ketentuan yang diatur dalam perjanjian tertulis atau PP di perusahaan Saudara. Walaupun lazimnya, pemotongan dimaksud hanyalah terhadap upah pokok dan tunjangan tidak tetap, karena tunjangan tidak tetap pada umumnya selalu dikaitkan dengan pemotongan karena ketidakhadiran (absent) dan tinggi-rendahnya tingkat produktivitas (kinerja) masing-masing pekerja/buruh.
Demikian jawaban dan penjelasan serta opini saya, semoga dapat dipahami.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah;
3. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No.SE-07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah.
Untuk informasi hubungi Hp: 081382756755 (Kusnadi, S.Sos)
Terima kasih atas kunjungan anda